Sebuah landa atau lumbung padi berukuran 4 meter x 5 meter berdiri kokoh di halaman depan sebuah rumah di Desa Kendanan, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Empat tiang penyanggah lumbung tampak kokoh. Bentuknya bulat, yang diameternya lebih kurang sama dengan batang pohon ukuran sedang.
Berdinding kayu dan beratap rumbia, lumbung padi ini sudah berusia lebih dari 100 tahun. Ini bukan landa yang tertua karena di sekitarnya masih banyak landa yang usianya sudah lebih dari 150 tahun.
Di hampir semua rumah di Desa Kendenan kabupaten Enrekang di kecamatan Baraka, lumbung padi memang masih sangat mudah ditemukan. Bisa dipastikan, di setiap rumah terdapat sedikitnya satu lumbung padi, bahkan lebih. Jumlah lumbung ini biasanya berkaitan dengan kepemilikan sawah seseorang atau banyaknya generasi dalam satu keluarga. Pada umumnya satu generasi di setiap keluarga memiliki setidaknya satu lumbung.
“Biasanya setiap keluarga mempunyai satu lumbung. Tapi, kalau mereka sudah punya anak, lumbungnya ditambah. Nanti kalau sudah punya cucu, lumbung ditambah lagi, sesuai dengan kemampuan,” kata Uko, tokoh masyarakat sekaligus Kepala Dusun Awo, Desa Kendenan.
“Biasanya setiap keluarga mempunyai satu lumbung. Tapi, kalau mereka sudah punya anak, lumbungnya ditambah. Nanti kalau sudah punya cucu, lumbung ditambah lagi, sesuai dengan kemampuan,” kata Uko, tokoh masyarakat sekaligus Kepala Dusun Awo, Desa Kendenan.
Lumbung-lumbung itu tidak hanya disimpan di halaman rumah, tetapi banyak juga hanya disimpan di sekitar persawahan atau lokasi lain yang memang diperuntukkan sebagai lokasi bangunan lumbung.
Sepanjang perjalanan ke Kendenan dan desa-desa sekitarnya di daratan tinggi Enrekang, sangat mudah menemukan bangunan-bangunan lumbung yang berderet-deret rapi di sekitar areal persawahan.
Kendati berada di persawahan atau jauh dari permukiman, lumbung-lumbung itu tidak dilengkapi dengan pengamanan khusus dan bahkan tidak digembok. “Di sini hampir tidak ada yang berniat atau melakukan pencurian isi lumbung. Makanya, sekalipun disimpan jauh dari rumah, lumbung tetap aman. Soalnya semua orang punya lumbung,” kata Bakri Puttu, Kepala Desa Kendanan.
Lagi pula, tambahnya, untuk masyarakat yang kurang mampu, kalau memang ada, mereka juga disediakan lumbung oleh desa. Lumbung desa itu biasanya diisi secara bersamaan oleh warga.
Dalam hal lumbung padi atau landa, masyarakat tetap patuh kepada tradisi turun-temurun dalam pembuatan bangunan landa. Mereka percaya bahwa landa yang baik dan selalu terisi adalah yang dibuat oleh pande landa atau ahli pembuat landa. Tak hanya petani, pande landa pun masih mematuhi tradisi turun-temurun, di antaranya tentang syarat dan ritual tertentu untuk membuat landa.
Kata pande landa yang sudah puluhan tahun menjadi pakar landa, kayu untuk tiang dan dinding landa harus menggunakan kayu banga yang banyak tumbuh di sekitar daerah itu. “Atapnya rumbia atau alang-alang, dindingnya kayu atau tripleks. Jarak lantai lumbung dari tanah sekitar satu meter sampai satu setengah meter,” katanya.
Pemilihan jenis kayu, jarak tanah, lantai lumbung, dan hal-hal lainnya tak lepas dari upaya agar padi yang disimpan dalam lumbung benar-benar awet dan bisa untuk jangka waktu lama. Selain itu, agar tidak mudah dimakan tikus, rayap, atau binatang pemakan padi lainnya dan kayu lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar